Gangguan Kulit Pasca Kemoterapi |
Semua obat yang berkontak atau masuk ke dalam tubuh dapat menginduksi
reaksi kulit, biasanya bersifat ringan. Namun, beberapa reaksi kulit dapat
sangat serius hingga mengancam jiwa. Gangguan kulit akibat obat secara garis besar terbagi menjadi reaksi toksik, dan reaksi
alergi. Reaksi alergi tidak tergantung dosis, dan bisa menetap
Salah satu gangguan kulit yang sering ditemukan pada pasien yang menerima kemoterapi adalah kulit
kering.
Obat kemoterapi bersifat sitostatik (menghambat pembelahan sel). Sedangkan
pembelahan sel sangat diperlukan untuk mengganti sel-sel yang rusak. Demikian
juga dengan sel yang rusak pada kulit, perlu diganti, agar tetap mempertahankan
fungsi sawar kulit sehingga dapat mempertahankan kelembaban kulit dalam jumlah
yang cukup. Pada kanker dengan jenis dan stadium tertentu obat kemoterapi
memang harus diberikan untuk pengobatan maka yang dapat dilakukan untuk
mencegah kulit kering adalah meminimalkan faktor-faktor lain yang menyebabkan
kekeringan kulit dan memberikan ‘pengganti sawar kulit’ yaitu pelembab.
Berdasarkan fungsinya, pelembab terbagi menjadi dua jenis, yaitu humektan,
dan oklusif. Pemilihan jenis pelembab berdasarkan keadaan kulit dan kelembaban
lingkungan sekitarnya. Bila kekeringan kulit ringan, kadar air pada kulit dan
kelembaban udara tak terlalu rendah, pelembab yang dipilih adalah humektan.
Contohnya, krim urea 10%, seramid, atau propilen glikol.
Namun, jika kekeringan kulit berat dengan keadaan kulit yang mengelupas dan
pecah-pecah serta kelembaban udara di sekitarnya rendah, lebih baik dipilih
pelembab yang bersifat oklusif seperti vaselin.
Pemakaian yang benar adalah pelembab harus dipakai dalam waktu lima menit
setelah mandi. Hal ini diharapkan air yang menempel pada kulit pasca mandi
masih dapat ‘diperangkap’, sehingga dapat meningkatkan kelembaban kulit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar